Pendar Batu Kelahiranmu yang Kutunggu
Bisa dipastikan aku bukan pencinta sekelas dewa.
Tidak juga seperti kecintaan dewa bujana kepada dawai gitar yang dipetik hampir setiap hari
sepanjang hidupnya. Tapi aku akan rela belajar bagaimana memetik dawainya
sekali dalam seumur hidupku atau berkali-kali ketika kau minta aku untuk
menyanyikan lagu rindu. Atau sekedar mengiringi suaramu yang seadanya dengan
permainan gitarku yang juga seadanya, jauh dari permainan dewa bujana. Karena
begitulah aku menunjukkan cinta.
Bisa dikatakan aku tidak pandai berkata-kata seperti dewi
“dee” lestari, mampu membuat kata-kata terangkai seperti memang kalimat itu
sudah ada dari surga.
Tapi aku akan menulis
sebanyak aku bisa, meski hanya berhasil pada kartu berukuran lima kali lima
untuk mengucapkan selamat berbahagia. Seperti itulah caraku mengatakan cinta,
sederhana. Seukuran kartu lima kali lima, yang hanya mampu menampung sedikit
barisan kata karena tulisanku tidak bisa dipaksakan berukuran mini. Waktu itu
kamu bilang “ya ampun...tulisan kamu boros. Kecilin sedikit kenapa mas?”. Sejak
saat itu aku selalu berusaha mengecilkan huruf-huruf yang aku ukir sekedar
menanti komentar yang diiringi pendar cahaya di mata “Naaaahhh....gini dong”
selalu begitu katamu.
Tak ada janji yang aku ucapkan, terlebih lagi kepadamu
dewiku. Cinta yang aku tawarkan ini gratis, tidak ada bayaran untuk menyewa,
karena memang tidak ada harganya. Bukan hati yang luas bagai lapangan bola,
hanya hati yang pernah luka disini-sana, ukurannya pun sempit bagai rumah
burung pipit. Tahu kenapa? Karena hanya kamu nantinya yang jadi penghuninya.
Ini bukan janji, ini sebuah ketetapan. Hatiku bukan buatan cina, jadi tidak
bisa membeli cadangan untuk memperbesar atau menambah accesories untuk
membuatnya lapang. Hanya akan ada kamu seorang.
Setelah ini...aku akan memastikan satu hal, yang membutuhkan
satu jawaban untuk kemudian aku akan mengatakan sebaris kalimat, dan berjanji
sehidup semati. Tidak seperti romeo dan juliet, bagiku disini, biarkan aku
hidup selama aku bisa, dibawah ketentuanNya untuk melepaskan kamu nanti dengan
senyum bahagia. Sejak hari ini setelah semuanya pasti, jawaban sesuai harapan
dan janji kita ukir berdua, aku tuliskan kebahagiaan yang kamu inginkan.
Dewi Kartika Suryadibrata...buka buku yang kemarin aku
kirimkan, buka halaman 145. Disitu aku selipkan seuntai gelang untuk
mengikatmu, menjadikanmu istriku – ini yang aku
sebut memastikan.
Dewiku...pakai gelang itu disebelah kanan tanda mengiyakan,
supaya ketika aku berdiri disamping kananmu dan menggenggam tanganmu, batu aqua
marine itu akan berpendar, entah teknologi apa yang diselipkan, ketika gelang
kita bertemu, pendar biru akan keluar, itu tanda kamu setuju menjadi
pendampingku. Kalau kamu meragu, kenakan saja ditangan kiri. Meski aku
menggandeng, batunya tidak akan berpendar – ini yang aku tunggu sebagai
jawaban.
Tidak ada permintaan lain, sampai aku mendapat jawaban.
Nanti aku menjemputmu selepas kerja, dan aku akan mengantarmu pulang seperti
biasa, sebelumnya boleh kamu menemani aku makan?
Aku menunggu batu kelahiranmu berpendar ketika kita bertemu.
Jika itu jawabannya, pastikan orang tuamu ada untuk kusapa diruang tamu
rumahmu.
Komentar
Posting Komentar