Batas kaki langit sabarku
Tak kutemui ujung waktu ketika itu
Sejauh mata memandang, bagai kaki langit kususuri yang
nyatanya tak bertepi
Begitu pikirku tentang sabarku
Abaiku terhadap segala salahmu
Menggema nyanyian yang keluar dari mulutmu menyakiti
telinga dan hatiku
Sekali lagi, abaiku menguasai kemudi
tubuhku
Bukannya tanpa bahagia, sekali lagi bahagia
tercipta meski sementara
Mengarungi lautan dengan kapal berisi dua
nahkoda
Menyusur mengikuti pandangan mata kepada
titik tepi entah sampai dimana
Garis itu tak berujung, titik itu tak
berpusat
Terus tanpa henti
Caci maki dengan kalimat halus dan
sederhana, seperti selembar kertas berwajah
rapuh nyatanya mampu merobek dibawah kulit ari
Sekali lagi, abaiku membentuk tabir yang
tak kuasa kusibak
Antara sadar dan mengelak
Kemudian sekujur tubuh bergetar tak mampu
bergelak
Ditengah laut yang entah sudah berapa kali
kita lalui, aku meminta berhenti
Tak mengapa aku mati
Berhenti mencari garis tepi, tak mengapa
aku bergelayut memeluk garis
Tidak ada titik, mataku terpejam tak mau memandang
Disitu kutemukan sebuah titik, besar…mungkin
aku harus menyebutnya bulatan
Besar…
Jalan keluar, pintu menuju kebahagiaan
Habis sudah waktuku
Kutemukan batas tepiku, titik perjuanganku
bersamamu dalam pejamnya mataku
Tanpa memandangmu….lagi
Komentar
Posting Komentar