Saat Waktunya Tiba
Butuh mentor teaterku untuk mendalami peran baruku
Butuh berkali-kali meditasi untuk mendalami siapa tokoh yang akan kumainkan
Perlu memahami ratusan dialog bahkan ribuan
Perlu latihan berkali-kali untuk memasuki setiap ekspresi yang harus aku tampilkan
Ah sepertinya mudah...
Tersenyum ke arahmu, mengatakan kepadamu bahwa aku baik-baik saja
Menceritakan kepadamu cerita-cerita yang seolah–olah aku bahagia, sepertinya mudah
Menjadikan diriku orang terdekatmu, memahami semua cerita yang tak berani kau ceritakan
Saat aku merasa tidak mudah, aku mundur
Tenang saja, hanya kebelakang panggung
Ku ambil lembar skenario, memastikan sekali lagi apa peranku, siapa diriku dalam cerita ini
Kubaca lagi...lagi...dan lagi
Ya...aku paham, aku bukanlah seorang yang patut menunjukkan sedih
Tidak ada dalam skenario aku menangis dihadapanmu, kecuali itu tangis bahagia
Kecuali aku mengemas sedihku dengan bahagia
Agar kau melihatnya sebagai tangis bahagia, ya itu tugasku
Kuseduh susu hangat kesukaanmu, bukan...bukan buatmu
Aku hanya ingin menikmati susu hangat ini sama sepertimu, duduk manis disampingku
Menggodaku dengan candamu
Hei....bukankah itu terlalu sederhana untuk membuatku bahagia?
Satu lagi aku harus menjalani rangkaian sandiwara
Berpura-pura menikmati pagiku sementara kamu menikmati pagimu bersamanya
Lalu kubuka pintu kamarku, kusapa dirimu dengan senyum termanis pagi itu
Inilah yang akan selalu kusajikan untuk sarapanmu, senyum termanisku
Benar aku sedang menghitung hari
Hari-hari terakhir ku bersamamu
Sebelum kau yang meninggalkanku, aku memilih aku yang akan meninggalkanmu
Bukan dengan langkah perlahan, aku akan berlari
Saat aku berlari, mungkin aku sudah tidak tahan dengan peranku
Sang sutradara mungkin marah, karena aku tak mampu membendung apa yang sebenarnya aku rasa
Gurat senyumku akan memudar bersama perih yang kurasa
Sebelum semuanya datang dan kau menyadarinya
Aku berpikir untuk menyudahinya
Sampai harinya tiba, ingatlah aku yang selalu menyajikan sarapan dengan senyum termanisku
Sampai harinya tiba, mataku akan mengiring langkahmu mendampinginya
Saat itu tiba, tangis bahagia yang kan tertera
Kau dan dia, aku bersama yang lainnya, keluarga kita
Saat waktunya tiba....jangan merasa iba
Butuh berkali-kali meditasi untuk mendalami siapa tokoh yang akan kumainkan
Perlu memahami ratusan dialog bahkan ribuan
Perlu latihan berkali-kali untuk memasuki setiap ekspresi yang harus aku tampilkan
Ah sepertinya mudah...
Tersenyum ke arahmu, mengatakan kepadamu bahwa aku baik-baik saja
Menceritakan kepadamu cerita-cerita yang seolah–olah aku bahagia, sepertinya mudah
Menjadikan diriku orang terdekatmu, memahami semua cerita yang tak berani kau ceritakan
Saat aku merasa tidak mudah, aku mundur
Tenang saja, hanya kebelakang panggung
Ku ambil lembar skenario, memastikan sekali lagi apa peranku, siapa diriku dalam cerita ini
Kubaca lagi...lagi...dan lagi
Ya...aku paham, aku bukanlah seorang yang patut menunjukkan sedih
Tidak ada dalam skenario aku menangis dihadapanmu, kecuali itu tangis bahagia
Kecuali aku mengemas sedihku dengan bahagia
Agar kau melihatnya sebagai tangis bahagia, ya itu tugasku
Kuseduh susu hangat kesukaanmu, bukan...bukan buatmu
Aku hanya ingin menikmati susu hangat ini sama sepertimu, duduk manis disampingku
Menggodaku dengan candamu
Hei....bukankah itu terlalu sederhana untuk membuatku bahagia?
Satu lagi aku harus menjalani rangkaian sandiwara
Berpura-pura menikmati pagiku sementara kamu menikmati pagimu bersamanya
Lalu kubuka pintu kamarku, kusapa dirimu dengan senyum termanis pagi itu
Inilah yang akan selalu kusajikan untuk sarapanmu, senyum termanisku
Benar aku sedang menghitung hari
Hari-hari terakhir ku bersamamu
Sebelum kau yang meninggalkanku, aku memilih aku yang akan meninggalkanmu
Bukan dengan langkah perlahan, aku akan berlari
Saat aku berlari, mungkin aku sudah tidak tahan dengan peranku
Sang sutradara mungkin marah, karena aku tak mampu membendung apa yang sebenarnya aku rasa
Gurat senyumku akan memudar bersama perih yang kurasa
Sebelum semuanya datang dan kau menyadarinya
Aku berpikir untuk menyudahinya
Sampai harinya tiba, ingatlah aku yang selalu menyajikan sarapan dengan senyum termanisku
Sampai harinya tiba, mataku akan mengiring langkahmu mendampinginya
Saat itu tiba, tangis bahagia yang kan tertera
Kau dan dia, aku bersama yang lainnya, keluarga kita
Saat waktunya tiba....jangan merasa iba
Komentar
Posting Komentar