Mesin waktu
Hari itu hanya ada kamu dan aku –sebenarnya
kita sedang berada ditengah tengah acara tujuh bulanan istri kakak sepupuku- di
tengah ruang keluarga yang disulap menjadi ruang makan lesehan oleh budheku.
Namun aku seperti berada di dalam adegan slow
motion sebuah film, perlahan satu persatu tamu memudar, menghilang.
Ternyata ini pembuktian dari kalimat “dunia serasa milik berdua, yang lain ngontrak”.
Ajang perjodohan oleh Mas Danang –kakak
sepupuku- dan Mbak Ambar –istrinya- sempat kutolak keras. Segala acara pertemuan
mengawali perjodohan aku lewatkan, tapi hari itu mereka berhasil mempertemukan
kamu yang hanya berjarak tiga meteran dipisahkan oleh kekakuanku dan
kebodohanku untuk tetap berdiri memandangimu. Tamu yang tengah lalu lalang
mengambil makanan di meja makan yang diletakkan di sudut ruangan tidak
membuatku bergeming. Ingin sekali aku menghampiri dan berkenalan, tapi aku
terlalu takut, jangan jangan kamu bersama seseorang, atau malah kamu adalah
saudara Mbak Ambar. Meski kita bukan saudara dekat –seandainya memang benar kamu
saudara Mbak Ambar- tentu saja ketika aku berniat untuk dekat denganmu
keluargaku pasti akan menentangnya.
“Menikah itu menambah keluarga
le, jangan mbulet disini sini saja.
Kalo ternyata kamu suka sama saudara jauhmu piye?”
kira kira begitulah wejangan Ibu yang ku karang karang sendiri di kepalaku.
*
“Namanya Tiwi, teman dekat Mbak Ambar.
Dia yang mau aku kenalkan ke kamu sejak tiga bulan lalu. Sekarang kamu menyesal
bukan?” Mas Danang merangkul pundakku sambil senyum senyum ketika
mengatakannya.
Iya jujur saja aku menyesal
kenapa aku menolak perjodohan ini. Sekaligus malu karena tertangkap basah oleh
Mas Danang.
*
“Karina Prastiwi biasa dipanggil
Tiwi, Rina, Karin, Karina, paling apes kalo dipanggil Pras. Kamu mau manggil
apa aja boleh asal jangan Pras”
...
“Jadi aku sama Ambar udah
berteman lama, waktu dia nikah koq kita ga ketemu ya? Tapi untung kita ga
ketemu, aku nangisnya paling kenceng dan lama pas akad, semacam ditinggal
pacarnya nikah gitu ehehehe”
...
Ah sial, aku benar benar kikuk
tanpa mampu menimpali celotehmu. Hampir seperempat jam kita bedua berkenalan
aku tak mampu mengatakan apa apa. Aku bukan lelaki pendiam atau lelaki kikuk
ketika berdekatan dengan perempuan, tapi entah kenapa aku hanya menikmati cara
kamu berbicara dengan mata bersinar sinar. Apa kamu selalu begini Karina?
Caramu menyibakkan rambut sebahumu, cantik. Rambut lurus tanpa belahan karena
kamu sering sekali menyibak dengan jarimu dari menuju puncak kepala. Entah apa
maksudnya, kalau kamu merasa risih dengan rambut yang menutupi muka kenapa
tidak kamu kenakan saja bando, jepit atau diikat saja.
*
Sepertinya kamu sudah tahu maksud
perjodohan kita berdua, dan kamu menikmatinya. Kita berdua menikmatinya. Siapa
sangka kita hanya perlu sekali pertemuan untuk didekatkan? Selebihnya berjalan
lancar, tidak butuh waktu yang lama. Kamu tetap saja ceria, bawel dan selalu
menyenangkan, aku kembali menjadi laki laki normal di depanmu, tanpa kikuk dan
canggung.
*
Kini sambil memandangi art paper berwarna kuning di tanganku, terukir
namamu dan calon suamimu. Kamu pernah bilang “Lagu adalah mesin waktu paling mutakhir”. Ya sekarang aku setuju,
pernah satu kali kita berpisah karena aku ditugaskan ke luar kota, kamu
menyanyikan lagu ini sepanjang perjalanan menjemputku dari bandara menuju
rumahku.
I remember... The way you read your books,
Yes I remember
The way you tied your shoes,
Yes I remember
The cake you loved the most,
Yes I remember
The way you drank you coffee,
I remember
The way you glanced at me, yes I remember
When we caught a shooting star,
Yes I remember
When we were dancing in the rain in that december
And the way you smile at me,
Yes I remember
Yes I remember
The way you tied your shoes,
Yes I remember
The cake you loved the most,
Yes I remember
The way you drank you coffee,
I remember
The way you glanced at me, yes I remember
When we caught a shooting star,
Yes I remember
When we were dancing in the rain in that december
And the way you smile at me,
Yes I remember
Sejak hari itu, setiap kita
berjauhan aku akan mendengarkan dari handphoneku atau sekedar bersenandung alih
alih aku merindukanmu. Lagu itu benar benar berisi kita berdua. Kita berdua
suka buku, cara membacanya saja yang berbeda. Kamu selalu apik memperlakukan
buku buku yang kamu baca, sedangkan aku membaca saja tanpa merawat bukunya.
Aku menyukai sneakers, kamu selalu memujiku soal caraku mengikat tali sepatunya.
Strawberry Cake kesukaanmu, Black Coffee canduku, lagu itu lagu
kita. Suaramu yang ceria menyanyikannya dengan sempurna, menyanyikan dengan
gaya seolah olah kamu sedang berbicara denganku dengan kalimat sederhana namun
barisan nadanya sempurna.
Karina, seandainya lagu bukan mesin
waktu yang hanya membawa kenangan kita beberapa waktu kebelakang, seandainya
saja aku benar benar bisa menaiki mesin waktu seperti doraemon dan nobita dan
kembali ke masa lalu, memintamu untuk menjadi milikku, tidak akan membiarkan
kamu berada jauh dariku. Aku akan bersikeras untuk mempertahankanmu.
Ternyata benar, yang pertama bisa
jadi selamanya. Kalau sepeninggalanmu kali ini aku harus menemukan cinta kedua
ketiga bahkan ke sejuta, tidak setengahnya cintaku untukmu akan mereka
dapatkan.
-----------------------------------
Ps: Lagu yang sedang bercerita adalah I Remember milik Mocca
Komentar
Posting Komentar